Rektor Lapor : Anti Kritik, Dikasih Fakta Malah Laporin Mahasiswanya

Penulis : M. Zunan Asrofi

Rektor UNRI Prof. Sri Indarti Disebut Langgar HAM Usai Polisikan Mahasiswa Kritik UKT

Rektor Universitas Riau (Unri) dilaporkan melakukan tindakan yang cukup mengejutkan ketika dia memilih untuk melaporkan mahasiswanya ke polisi hanya karena disajikan fakta-fakta. Sikap seperti ini menunjukkan betapa lemahnya mental seorang pemimpin akademik yang seharusnya terbuka terhadap kritik dan masukan. Sebagai seorang rektor, seharusnya ia mampu mengelola kritik dengan bijaksana, bukan malah menggunakan jalur pidana sebagai solusi. Ini sangat menyedihkan, karena tenaga pendidik yang diharapkan dapat menjadi teladan justru memilih jalan yang represif. Rasanya, bagi seorang rektor yang tidak tahan kritik, lebih baik mundur dari jabatannya daripada merusak citra institusi pendidikan dengan tindakan seperti ini. Kasihan sekali dunia pendidikan jika pemimpinnya mudah sekali merasa terancam oleh kritik dan memilih langkah yang tidak proporsional. Mau dua kata yang bisa menggambarkan situasi ini dengan lucu? Rektor pelapor.

Tindakan antikritik seharusnya menjadi ciri khas pejabat yang tidak terbiasa dengan demokrasi dan transparansi. Namun, sangat disayangkan bahwa Ibu justru memilih untuk ikut-ikutan dalam praktik yang sama. Apa yang terjadi dengan Kharik Anhar, salah satu mahasiswa Unri, sungguh mengejutkan dan memprihatinkan. Ia dipidanakan oleh Rektornya sendiri karena berani mengkritik iuran pembangunan institusi yang terlampau mahal. Langkah ini menunjukkan bahwa Ibu tidak mampu menerima kritik yang seharusnya menjadi bagian dari dinamika dunia akademis.

Dituduh Cemarkan Nama Baik Rektor, Mahasiswa Universitas Riau: Saya Kritik Kebijakan Bukan Pribadi

Sebagai mahasiswa, Kharik hanya mempertanyakan sesuatu yang juga menjadi kegelisahan banyak mahasiswa lainnya. Jujur saja, saya juga heran melihat biaya pendidikan yang semakin mahal. Masalah Uang Kuliah Tunggal (UKT) saja belum selesai, sekarang muncul lagi biaya kuliah tunggal dan sumbangan pengembangan institusi. Semua ini harus dibayar secara terpisah. Situasi ini sangat mirip dengan membeli motor, tapi belum termasuk jok dan bannya. Mahasiswa merasa dipaksa membayar lebih untuk sesuatu yang seharusnya sudah termasuk dalam biaya kuliah.

Langkah yang Ibu ambil dengan memidanakan Kharik Anhar tidak hanya menunjukkan kelemahan dalam menerima kritik, tetapi juga memperlihatkan ketidakadilan dalam sistem pendidikan kita. Mahasiswa berhak untuk bertanya, mengkritik, dan menyuarakan pendapat mereka, terutama ketika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi masa depan mereka. Pendidikan seharusnya menjadi arena untuk berdiskusi dan mencari solusi bersama, bukan menjadi tempat di mana suara-suara kritis dibungkam dengan ancaman pidana.

Seorang rektor seharusnya menjadi teladan dalam menghadapi kritik dengan kepala dingin dan hati terbuka. Tindakan represif seperti ini hanya akan menimbulkan rasa takut dan ketidakpercayaan di kalangan mahasiswa. Sangat disayangkan jika dunia pendidikan kita dirusak oleh tindakan-tindakan seperti ini. Jika seorang rektor tidak mampu menerima kritik dan masukan, mungkin sebaiknya mempertimbangkan kembali posisinya, demi kebaikan seluruh komunitas akademik.

Mau dua kata yang bisa menggambarkan situasi ini dengan lucu? Rektor pelapor. Namun, di balik kelucuan itu, ada kekhawatiran yang mendalam tentang masa depan pendidikan kita. Saya berharap Ibu dapat merenungkan kembali tindakan yang telah diambil dan mencari jalan keluar yang lebih baik dan adil bagi semua pihak. Pendidikan seharusnya menjadi tempat di mana setiap suara didengar dan dihargai, bukan dibungkam dan diintimidasi

Sesuai dengan undang-undang pendidikan tinggi, seharusnya setiap biaya pendidikan disesuaikan dengan kemampuan finansial masing-masing mahasiswa. Tidak semestinya biaya pendidikan dipatok secara langsung tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi mereka. Hal ini penting untuk menjamin akses pendidikan yang adil dan merata bagi semua kalangan.

Saya khawatir jika Ibu terlalu cepat menempuh jalur hukum tanpa membuka ruang diskusi terlebih dahulu, hal tersebut bisa menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Mahasiswa yang merasa tidak senang dengan kebijakan ini juga bisa saja memilih untuk menempuh jalur hukum sebagai bentuk perlawanan. Langkah ini bisa memperkeruh situasi dan berpotensi menciptakan konflik yang lebih besar.

Oleh karena itu, lebih bijak jika Ibu mempertimbangkan untuk membuka dialog terbuka dengan para mahasiswa. Diskusi ini penting untuk mencari solusi yang bisa diterima oleh semua pihak. Mari kita kawal kasus Harik Anhar ini bersama-sama, sebab jika dibiarkan, fenomena rektor yang antikritik bisa merajalela. Akibatnya, biaya pendidikan hanya akan bisa diakses oleh mereka yang berpunya, sementara yang kurang mampu akan semakin tersisih. Dengan dialog dan kerjasama, kita bisa memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi hak semua orang, bukan hanya mereka yang mampu membayar mahal. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk menjaga keadilan dan kesejahteraan dalam dunia pendidikan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KORUPSI TERBESAR DALAM SEJARAH INDONESIA: HARVEY MOEIS, DIDUGA RUGIKAN NEGARA Rp 271 TRILIUN

People Pleaser Ternyata Menyesakkan? Ini Tipsnya Biar Kamu Berhenti Menjadi People Pleaser.

Lillahita'ala Untuk Indonesia